Justitia Avila Veda Sahabat Bagi Korban Kekerasan Seksual Untuk Memperoleh Keadilan
Belum lama ini saya menonton film India berjudul Do Patti yang dibintangi oleh Kajol yang berkisah tentang kekerasan terhadap perempuan, sebuah isu yang menyentuh hati banyak orang, termasuk saya. Film ini menyajikan gambaran yang realistis tentang bagaimana perempuan dihadapkan pada berbagai bentuk kekerasan yang merampas hak dan harga diri mereka.
Kajol, sebagai pemeran utama, menggambarkan karakter yang kuat dan penuh keteguhan, meskipun didera situasi yang sangat menantang. Perannya memberikan pesan bahwa perempuan bisa bertahan dan melawan meskipun menghadapi kekerasan yang tak terbayangkan. Selama menonton, menggugah emosi saya dengan momen-momen yang membuat saya berpikir lebih dalam tentang realitas yang dialami banyak perempuan di seluruh dunia termasuk di Negara tercinta, Indonesia. Do Patti berhasil menampilkan kisah yang membuka mata tentang bagaimana kekerasan dalam bentuk apa pun bisa merusak kehidupan perempuan dan komunitas di sekitarnya. Film ini tidak hanya menyoroti korban, tetapi juga menunjukkan peran masyarakat dan hukum dalam menangani kekerasan tersebut.
Dari pengalaman menonton Do Patti, saya merasa diingatkan akan pentingnya berdiri melawan kekerasan terhadap perempuan. Menyuarakan dukungan dan membangun kesadaran akan hal ini adalah langkah awal yang bisa dilakukan semua orang. Do Patti bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah ajakan untuk bertindak sekaligus pengingat bahwa setiap perempuan berhak untuk hidup dengan aman dan bermartabat.
Kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual, masih menjadi masalah serius di Indonesia hingga saat ini. Meskipun ada kemajuan dalam kesadaran dan regulasi hukum, kasus kekerasan terhadap perempuan masih menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, hingga kekerasan seksual. Kekerasan seksual sering kali membawa dampak traumatis jangka panjang bagi korban dan juga kurangnya perlindungan serta kesadaran masyarakat terhadap hak-hak perempuan.
Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Kekerasan dan pelecehan seksual masih menjadi masalah serius yang ada di tengah masyarakat. Banyak korban, baik perempuan maupun laki-laki, menghadapi dampak yang berat akibat kejadian ini, mulai dari trauma psikologis yang berkepanjangan, ketakutan, hingga kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar kejadian fisik, pelecehan seksual meninggalkan luka emosional yang sering kali sulit untuk disembuhkan atau memerlukan waktu yang panjang dalam proses penyembuhannya.
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi korban adalah sulitnya mendapatkan keadilan. Sistem hukum yang ada, meski terus diperbaiki, masih memiliki banyak celah. Proses pelaporan dan penyelidikan sering kali rumit dan panjang, sehingga membuat korban merasa tidak didukung.
Dalam beberapa kasus, korban bahkan harus menghadapi pertanyaan atau kecurigaan yang mempertanyakan validitas laporan mereka yang bisa menyebabkan rasa malu dan ketidaknyamanan. Hal ini membuat banyak korban enggan melaporkan kejadian yang mereka alami, karena takut akan ketidakpercayaan atau kurangnya dukungan dari sistem hukum.
Selain itu, stigma sosial masih sangat kuat di masyarakat kita. Korban sering kali dihakimi atau dipandang rendah bahkan oleh orang-orang terdekat mereka. Mereka bisa dianggap sebagai "pembawa aib" atau bahkan dituduh sebagai pihak yang memancing kejadian tersebut. Stigma ini membuat korban merasa malu, bersalah, atau takut mendapat reaksi negatif dari lingkungan mereka. Akibatnya, banyak korban yang memilih untuk diam, memendam pengalaman mereka tanpa pernah mencari bantuan atau dukungan yang dibutuhkan.
Namun, di tengah tantangan ini ada langkah-langkah positif yang mulai diterapkan. Kampanye kesadaran tentang kekerasan dan pelecehan seksual semakin banyak digalakkan oleh berbagai organisasi dan komunitas. Di sisi lain, regulasi seperti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan harapan bagi korban untuk memperoleh perlindungan dan akses keadilan yang lebih baik.
Salah seorang yang aktif memperjuangkan hak-hak korban kekerasan berbasis gender adalah Justitia Avila Veda dengan mendirikan Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) yang menyediakan layanan konsultasi hukum gratis bagi para korban. Visi Justitia adalah untuk menciptakan keadilan bagi semua korban kekerasan berbasis gender dengan memberikan akses hukum yang inklusif dan memberdayakan mereka untuk melawan ketidakadilan.
Berawal Dari Cuitan Di Twitter Dukungan Bagi Korban Kekerasan Seksual Terbuka
Justitia Avila Veda adalah seorang aktivis sekaligus pendiri Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) yang berkomitmen mendukung hak-hak perempuan dan memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia. Ia merupakan seorang advokat yang mendedikasikan diri untuk memberikan pendampingan hukum bagi korban kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender yang seringkali mengalami kesulitan dalam mencari keadilan.
Justitia menyimpulkan bahwa setiap perempuan pasti pernah mengalami pelecehan atau kekerasan seksual. Ia pun merasakan hal itu dan beberapa kawannya menuturkan bahwa banyak yang menyimpan pengalaman tersebut maka ia ingin menemani dan membela para korban.
Justitia ingin memperluas akses bantuan bukan hanya di lingkar pertemanan saja namun masyarakat umum. Hal ini mendorong ia untuk menulis cuitan pada Twitter di bulan Juni 2020 yang menawarkan konsultasi hukum gratis bagi korban atau menjadi pendamping korban yang berusaha mencari pencerahan atas apa yang mereka alami.
Di luar dugaan, respon publik luar biasa. Dalam 24 jam, ada 40-an aduan via e-mail dan beberapa lainnya via pesan langsung (DM) Twitter. Tidak berselang lama, ada dua pengacara lain juga menghubungi Justitia untuk menawarkan bantuan yang sama. Sehingga terdapat sekitar 150 DM masuk di akun ketiga pengacara tersebut dalam kurun waktu 2 hari.
Pada saat itu aduan yang masuk didominasi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di masa pandemi. Banyaknya aduan yang masuk maka ia dan tim sangat mempertimbangkan mana yang harus didampingi segera. Sehingga Justitia merasa memerlukan suatu sistem yang dapat mengawasi aduan yang masuk dan menjadi standar kualitas konsultasi hukum serta akuntabilitas yang ia dan rekan-rekannya berikan.
Untuk masalah pendanaan, Justitia dan rekan-rekannya menggunakan dana pribadi pada periode awal pembentukan KAKG di tahun 2020. Seiring berjalannya program ini, mereka memperoleh donasi dari orang-orang terdekat. Bahkan saat ini mereka sudah memiliki divisi kerjasama yang berfokus pada pendanaan dan kemitraan. KAKG juga telah menjadi badan hukum yayasan sehingga peluang untuk mendapatkan donor menjadi lebih besar. Selain itu, juga dapat menjadi entitas yang akuntabel dan transparan.
Kekuatan Pendampingan Hukum Terhadap Korban Terus Bertambah
Kekuatan Justitia dan rekan-rekan terus bertambah dengan setidaknya ada 10 pengacara atau paralegal pro bono yang bergabung saat itu pada periode bulan Oktober-November 2020. Aduan terus meningkat. Tercatat selama bulan Juni 2022 hingga bulan Agustus 2023, setidaknya sudah ada 465 aduan. Banyak korban hanya meminta untuk konsultasi hukum, sebagian lainnya meminta pendampingan hukum langsung, baik dengan mekanisme di dalam maupun di luar pengadilan dengan hasil yang berbeda.
Justitia dan timnya berusaha mengadvokasi perubahan hukum dan mendampingi korban kekerasan gender, baik dalam proses hukum maupun pemulihan. Kelompok ini memberikan dukungan hukum tanpa biaya bagi korban yang seringkali kesulitan mengakses bantuan karena kendala ekonomi atau stigma sosial. Pendekatan yang diterapkan Justitia berfokus pada pendekatan yang berpihak pada korban dan pendekatan holistic sebagai pilar dasar yang mencakup layanan konsultasi atau pendampingan hukum, rujukan ke mitra untuk pemulihan baik psikis atau medis serta mengembalikan rasa aman dan harga diri korban tanpa mengabaikan aspek hukum.
Justitia juga aktif dalam kampanye kesadaran publik mengenai pentingnya kesetaraan gender dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Ia sering berbicara di berbagai seminar, diskusi publik, dan acara terkait hak-hak perempuan serta kebijakan publik. Melalui suaranya, Justitia mengingatkan masyarakat akan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi perempuan. Ia juga menyoroti kelemahan dalam sistem hukum yang masih sering mempersulit korban dalam mencari keadilan dan menekankan perlunya perbaikan kebijakan untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan pelecehan.
Menjadi korban kekerasan seksual adalah pengalaman yang sangat traumatis dan bisa meninggalkan dampak jangka panjang, baik secara fisik maupun emosional. Bagi korban, kekerasan seksual sering kali bukan hanya tentang kejadian itu sendiri, tetapi juga serangkaian perasaan takut, malu, bersalah, dan ketidakberdayaan yang muncul setelahnya. Trauma ini bisa berlangsung bertahun-tahun dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan korban, mulai dari kesehatan mental, hubungan sosial, hingga produktivitas dalam pekerjaan atau pendidikan.
Justitia pernah menghadapi kasus dimana korban mencabut aduan kepolisian yang KAKG dampingi karena lelah dengan proses yang berkepanjangan. Di sini menggambarkan bahwa proses hukum sangat mungkin menyebabkan pemulihan semakin berat karena korban diminta untuk terus mengingat dan bercerita. Maka sebaiknya proses penyelesaian hukum harus selalu berjalan beriringan dengan pendampingan psikologis.
Apresiasi Dari SATU Indonesia Awards Tahun 2022 Menambah Semangatnya
Keberanian Justitia Avila Veda dalam memperjuangkan keadilan gender telah membawa perubahan signifikan dan inspirasi bagi banyak orang. Dedikasinya untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan berbasis gender dan advokasi kesetaraan gender membuatnya diakui sebagai pahlawan di bidang ini. Justitia mendirikan Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) sebuah kelompok yang menyediakan pendampingan hukum tanpa biaya bagi korban yang membutuhkan dukungan dalam menghadapi kasus kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender.
Pada tahun 2022, Justitia menerima penghargaan SATU Indonesia Awards di bidang kesehatan atas upayanya ini. Penghargaan tersebut merupakan apresiasi atas keberanian dan konsistensi Justitia dalam memajukan hak-hak perempuan dan memperjuangkan keadilan gender. Justitia tidak hanya berperan sebagai advokat, tetapi juga sebagai inspirator yang menyuarakan pentingnya lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan bagi setiap perempuan.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi korban dalam mengakses keadilan, Justitia terus memperjuangkan perubahan sistem yang lebih berpihak pada korban. Melalui pendekatannya yang inklusif dan berbasis hak asasi manusia, ia telah membantu banyak korban mendapatkan dukungan hukum dan pemulihan emosional. Keberanian Justitia mendorong generasi muda untuk lebih peduli terhadap keadilan gender dan menginspirasi banyak orang untuk berani melawan ketidakadilan.
Melalui penghargaan SATU Indonesia Awards yang diperoleh oleh penerima diharapkan menjadi semangat para pemuda pemudi Indonesia untuk terus bergerak dan tumbuh bersama memberikan dampak positif yang lebih besar kepada pembangunan di Indonesia. Justitia dan rekan-rekannya telah membuktikan kontribusi positif membawa kebaikan untuk perjuangan korban kekerasan seksual dengan pendampingan hukum memperoleh keadilan.
Keberanian Korban Untuk Membuat Pengaduan Merupakan Kebangkitan Mereka Atas Kekerasan Yang Dialami
Kesulitan dalam mencari keadilan juga dapat memperparah trauma korban. Bagi mereka yang mencoba melaporkan kasus kekerasan seksual sering kali mereka harus menghadapi proses yang panjang dan berulang kali menceritakan kembali pengalaman mereka yang bisa sangat menyakitkan. Korban mungkin merasa kurang mendapatkan empati atau bahkan disalahkan selama proses ini yang membuat trauma semakin mendalam.
Namun, dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas dapat sangat membantu korban dalam proses pemulihan. Layanan konseling, terapi, dan pendampingan hukum yang berpihak pada korban adalah langkah penting dalam membantu mereka memulihkan diri. Pemulihan memang membutuhkan waktu dan dukungan yang konsisten, tetapi dengan lingkungan yang aman dan mendukung, korban kekerasan seksual dapat menemukan kembali rasa aman dan perlahan membangun kembali kehidupan mereka.
Setidaknya dengan keberanian mereka membuat aduan sudah menunjukkan kebangkitannya dari kekerasan yang dialami. Tidak sedikit yang ditemui mereka para korban yang bahkan tidak sadar mengalami kekerasan namun harus tetap berada di sana karena bergantung pada si pelaku. Sehingga korban tidak memiliki banyak alternatif untuk membebaskan diri. Banyak faktor yang membuat mereka tidak berani salah satunya ketergantungan ekonomi.
Keberanian korban kekerasan seksual untuk mengajukan aduan dan mencari pendampingan hukum adalah langkah penting dalam upaya mereka untuk memperoleh keadilan. Proses ini bukan hanya tentang mencari keadilan untuk diri sendiri, tetapi juga merupakan tindakan yang dapat menginspirasi korban lain untuk melawan ketakutan dan stigma. Mengajukan aduan dan meminta bantuan hukum adalah bukti bahwa korban memiliki hak untuk didengar, dilindungi, dan dipulihkan dari trauma yang mereka alami.
Meski sulit, keberanian ini membuka peluang bagi perbaikan sistem hukum yang lebih berpihak pada korban. Dengan melaporkan kasus mereka, korban turut mendesak perubahan sistemik yang lebih sensitif terhadap isu kekerasan seksual dan berperan dalam membangun kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan hak-hak korban.
Dukungan dari pendamping hukum dan masyarakat sangatlah penting untuk memastikan korban tidak merasa sendirian dalam memperjuangkan keadilan, menjadikan tindakan mereka tidak hanya sebagai bentuk pemulihan pribadi tetapi juga sebagai bagian dari perjuangan kolektif menuju lingkungan yang lebih aman dan adil bagi semua. Semangat inilah yang terus dinyalakan oleh Justitia dan rekan-rekannya dalam KAKG yang beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat pukul 08.00 – 18.00 WIB serta layanan email tersedia 24 jam setiap hari termasuk hari libur.
Komentar
Posting Komentar