Iklan Rokok Berpengaruh Pada Anak-anak Menjadi Perokok Pemula

Doc : Andini Harsono


“Iklan rokok sangat berkontribusi meningkatnya perokok anak.” – Lentera Anak

Saya ingat ketika saya kecil, iklan rokok sering sekali saya lihat di televisi bahkan pada jam-jam saya masih terjaga. Baru ketika memasuki era 2000-an, iklan rokok menjadi di atas jam 9 malam, asumsinya anak-anak sudah tidur, padahal belum tentu juga. Saya jadi mengenal apa itu rokok, ya dari iklan yang saya tonton di televisi dan juga karena keluarga saya ada yang perokok jadi saya paham kenapa seseorang menjadi perokok adiktif.

Untuk mengatur penayangan iklan rokok sudah ada peraturannya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Produk Tembakau mengatakan pembatasan iklan rokok di media online diselaraskan dengan media konvensional. Namun, saya sendiri masih suka melihat spanduk atau poster tempel iklan rokok terpampang di warung-warung kecil dimana tempat yang juga sering dikunjungi anak-anak di bawah 18 tahun. Artinya kita sebagai masyarakat harus benar-benar bijak dalam menyikapi iklan-iklan rokok yang masih bisa diperlihatkan di media luar ruang terutama memberi pengertian kepada anak-anak di bawah 18 tahun agar tidak tergoda dengan iklan tersebut.

Saya pernah bertanya kepada beberapa orang yang sudah menjadi perokok adiktif termasuk Ayah saya. "Di bungkus rokok sudah jelas ada peringatan merokok berbahaya dan ada foto-foto menyeramkan akibat merokok. Kenapa Bapak masih merokok?” jawabannya mengejutkan, “Orang yang tidak merokok aja bisa kok kena sakit seperti itu.” Eng ing eng, berarti zat adiktif yang terkandung pada rokok sudah benar-benar mengadiksi penghisapnya sehingga otaknya mampu melihat dari sudut pandang lain.

Lalu saya bertanya lagi kepada tetangga saya yang baru lulus SMA.

“Kenapa kamu sudah merokok? Sejak kapan kamu merokok?"

“Dari SMP sudah nyobain Mba. Aku ngerokok karena teman-teman sekolahku ngerokok, ya ikut-ikutan aja daripada dibilang gak gaul.” jawabnya dengan santai.

Wow, dari SMP? Alasannya supaya dibilang gaul. Wow. Pergaulan anak-anak remaja memang harus diawasi dengan ketat. Peran orang tua (lingkungan keluarga/rumah), dan guru (lingkungan sekolah) sangat diperlukan untuk membantu mereka mengendalikan kecanduannya terhadap rokok. Saat ini banyak terdapat kegiatan-kegiatan positif yang diselenggarakan oleh Lembaga Sosial Masyarakat, komunitas, dan juga pemerintah yang mengedukasi remaja agar terbebas dari kebiasaan merokok. Ada baiknya sebagai orang tua kita mengarahkan mereka untuk mengikuti berbagai kegiatan positif seperti itu.

Iklan rokok sangat mempengaruhi anak-anak untuk menjadi perokok pemula, maka harus dihentikan.


Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok

Rabu, 24 Juni 2020, saya mengikuti Talkshow Ruang Publik KBR diselenggarakan oleh Kantor BeritaRadio (KBR) yang membahas tentang Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok dengan menghadirkan narasumber yaitu Dedi Syahendry, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PMD-PPA) Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dan Nahla Jovial Nisa, Koordinator Advokasi Lentera Anak.

Webinar KBR Rabu, 24 Juni 2020
Doc : Andini Harsono

Pada webinar tersebut Bapak Dedi menceritakan bagaimana Kota Sawahlunto yang sudah bebas dari iklan rokok luar ruang dan tidak ada sponsor rokok pada event-event lokal yang ada di kota tersebut merupakan perjalanan panjang. Mulai dari tahun 2012 ketika dikeluarkan PP tentang Produk Tembakau, Kota Sawahlunto sudah bergerak dan tahun 2013 mencanangkan Kota Sawahlunto menjadi Kota Layak Anak sehingga mulai bergerak bagaimana menghapus iklan rokok. Sehingga pada tahun 2014 sudah mengeluarkan Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Sepanjang tahun 2015 – 2016 Kota Sawahlunto terus konsisten untuk menghapuskan iklan rokok sehingga terbitlah Instruksi Walikota pada tahun 2017 yaitu agar semua iklan rokok dihapuskan dan tidak lagi menerima Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari iklan rokok berupa baliho (media luar ruang) atau sponsor dari rokok untuk event yang diselenggarakan di Kota Sawahlunto.

"Sejak dikeluarkannya PP tahun 2012, Kota Sawahlunto sudah bergerak untuk menyiapkan diri sebagai kota Layak Anak pada tahun 2013. Perjalanan panjang hingga sampai tahun 2017 ada Instruksi Walikota agar iklan rokok dihapuskan dan tahun 2019 terbit Perwako yang menolak sponsor rokok untuk event apapun di Kota Sawahlunto." jelas Bapak Dedi.

Sementara kebijakan dari pemerintah pusat belum melarang total iklan rokok di luar ruang hanya membatasi saja dan menyerahkan kebijakan tentang iklan rokok kepada pemerintah daerah. Nahla menyebutkan bahwa Kota Sawahlunto telah melaksanakan kebijakan daerah (otonomi daerah) untuk melarang total iklan rokok dan bisa menjadi contoh yang baik bagi daerah-daerah lain. Dengan begitu, Kota Sawahlunto telah melindungi anak-anak dari rokok. Berdasarkan penelitian Uhamka tahun 2017 bahwa 46% remaja terpengaruh oleh iklan rokok, maka jika pemerintah daerah telah melarang total iklan rokok, hal ini akan membantu remaja untuk tidak merokok.

"Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melindungi masyarakatnya, salah satunya melarang adanya iklan rokok artinya anak-anak kita terlindungi. Iklan rokok sangat mempengaruhi anak-anak untuk memulai merokok. Jika tidak ada iklan rokok maka kita sudah menutup satu pintu, tinggal dilanjutkan cara yang lain agar anak-anak tidak mulai merokok. Saya rasa cara ini akan lebih mudah daripada meminta mereka untuk tidak merokok satu per satu." jelas Ibu Nahla.

Sedangkan untuk di DKI Jakarta tempat tinggal saya saat ini telah mengeluarkan aturan agar perusahaan rokok tidak dapat memasang iklan pada media luar ruang. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau Pada Media Luar. Sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, banyak pihak yang mendukung dan membantu pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencopot semua atribut iklan yang terpasang di jalan-jalan. Bahkan mereka melakukan kampanye ke pedagang kaki lima dan warung kelontong untuk melepaskan iklan rokok dan menggantikannya dengan spanduk yang berisi pesan positif tentang kesehatan.

Doc : antaranews

Hal ini juga telah dilakukan di Kota Sawahlunto yang secara berkala melakukan pengecekan ke warung-warung apakah masih ditemukan iklan rokok di sana. Apabila masih terdapat spanduk rokok, maka akan digantikan dengan spanduk yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berisi pesan positif tentang anak-anak atau kesehatan.

Iklan Rokok Mempengaruhi Anak-anak

Nahla secara tegas mengatakan bahwa iklan rokok sangat mempengaruhi anak-anak dan remaja untuk merokok, maka iklan tersebut harus dihilangkan. Yayasan Lentera Anak sudah lama mengkaji bahwa yang ditargetkan oleh perusahaan rokok adalah anak-anak atau perokok pemula bukan orang yang telah merokok. Hal ini yang harus disikapi.

Diceritakan oleh Nahla, ada beberapa faktor untuk menjadi kota Layak Anak dan beberapa hal yang telah dilakukan oleh Kota Sawahlunto diantaranya awareness dari masyarakat, pemerintah daerah terbuka untuk diskusi dengan masyarakat termasuk anak-anak dan secara nyata melakukan perlindungan anak-anak dengan menghilangkan item pemasukan daerah dari iklan rokok.

"Kami mohon masyarakat turut berperan aktif untuk melaporkan apabila ada iklan yang mempromosikan rokok baik di media luar ruang, televisi maupun media sosial. Kami juga mohon jangan menjual rokok pada mereka yang di bawah 18 tahun." jelas Ibu Nahla.

Hal ini dibenarkan oleh Bapak Dedi, bahwa dengan ditiadakannya pemasukan dari iklan rokok tidak mempengaruhi pendapatan daerah Kota Sawahlunto dan saat ini sudah tergantikan oleh yang lain. Artinya diperlukan ketegasan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk meniadakan iklan rokok tersebut. Di Kota Sawahlunto masyarakat sudah berperan aktif yaitu dengan saling melaporkan jika ada warung yang memasang spanduk rokok sehingga pemerintah kota Sawahlunto segera bertindak.

Jika Kota Sawahlunto saja bisa melakukan hal itu mengapa DKI Jakarta tidak?

Edukasi Tentang Rokok Harus Dilakukan Di Semua Kalangan

Edukasi tentang bahaya rokok harus dilakukan di semua kalangan terutama anak-anak yang berpotensi menjadi perokok pemula. Kota Sawahlunto yang telah menerapkan peraturan menghilangkan iklan rokok di media luar ruang serta menolak sponsor rokok merupakan salah satu cara untuk menyiapkan generasi emas.

"Kami telah meniadakan iklan rokok di media luar ruang serta tidak mengijinkan semua event yang ada sponsor rokoknya belum tentu menjamin remaja untuk tidak merokok, tapi setidaknya kami telah mempersiapkan agar anak-anak tidak merokok dengan cara memberikan edukasi dini melalui kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan oleh Forum Anak Kota Sawahlunto. Harapannya agar anak-anak paham untuk tidak merokok di masa depan."

Peran aktif dari pengguna sosial media juga sangat mempengaruhi iklan rokok. Masih ada ditemukan influencer yang mengiklankan rokok di akunnya. Maka hal ini harus disikapi. Nahla mengajak seluruh masyarakat tanpa kecuali untuk mendukung penghapusan iklan rokok di semua media demi melindungi masa depan anak-anak. Nahla juga meminta agar tidak menjual rokok pada anak-anak di bawah 18 tahun.

Doc : p2ptm.kemenkes.go.id


Tidak lupa bagi perokok dewasa, jangan merokok di depan anak-anak. Selain hal itu dapat memberikan contoh buruk kepada mereka, asap rokoknya dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Sekitar 96 juta penduduk Indonesia merupakan perokok pasif dan 43 persen diantaranya adalah anak-anak di bawah 15 tahun. Kementerian Kesehatan pada 2018 menyatakan Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi konsumsi rokok setelah China dan India. Sementara Data Riskesdas 2018 menunjukkan jumlah perokok muda di bawah 18 tahun mencapai 9,1 persen atau meningkat dibandingkan data 2013 yaitu 7,2 persen.

Beberapa siswa mengakui, meskipun telah ada peraturan pelarangan iklan rokok di sekolah, namun mereka masih dapat menemukan iklan rokok di luar sekolah. Mereka juga belum mendapatkan larangan tegas tidak boleh merokok dari lingkungan keluarga. Selain itu, harga rokok di pasaran sangat terjangkau bahkan bisa dibeli dengan eceran. Maka seorang siswa yang memiliki uang saku bisa membeli rokok dengan mudahnya.

Saya sebagai bagian dari masyarakat DKI Jakarta mendukung upaya pemerintah membatasi iklan rokok di media luar ruang, namun saya juga berharap pemerintah dapat lebih tegas menerapkan peraturan tersebut hingga iklan rokok tidak lagi dapat dijumpai dengan mudah di jalan-jalan, dan di media sosial yang saat ini sedang menjadi “makanan utama” anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun.

“Iklan rokok untuk membidik kalangan muda seperti menyajikan hal yang menantang kehidupan kolektif anak muda belum lagi iklan rokok seperti kegiatan musik olahraga, film, dan kegiatan khas anak muda lainnya. Tanpa kita sadari, hal itu memacu anak muda untuk merokok. Sudah saatnya anak muda membangun kesadarannya untuk berhenti merokok mulai dari sekarang.” – Margianta Surahman, Gerakan Muda FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).

Ilustrasi anak sehat
Doc : doktersehat.com

Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini .


--
Sumber :



Komentar

Postingan Populer

Follow Me

Instagram : @andini_harsono Facebook : www.facebook.com/andiniharsono Twitter : @andiniharsono Blog lainnya : www.mainjalan.com Email : andiniharsono@gmail.com