Kota Parepare Sang Pemikat Hati
Senja Memerah di Pantai Mattirotasi, Parepare Doc : Andini Harsono |
Parepare,
nama kota di Sulawesi Selatan yang selalu menggelitik saya sejak duduk di
bangku sekolah menengah atas. Waktu itu saya di Jogja dan banyak sekali
mahasiswa Sulawesi Selatan yang kuliah di kota pelajar ini. Seperti biasa,
khayalan saya tinggi suatu saat nanti saya harus berkunjung ke Makassar,
Parepare, Baubau, Toraja dan seterusnya dan seterusnya.
Khayalan
saya terjadi sebelas tahun kemudian hehe yaa minggu lalu saya melakukan
perjalanan ke 2 kota dan 1 kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu kota Makassar,
kota Parepare dan Kabupaten Tana Toraja (Toraja).
Saya
ingin bercerita tentang kota Parepare dulu ya karena di kota ini saya dapat
banyak makna dari perjalanan kali ini. Jadi saya ingin mengabadikannya lebih
dahulu melalui tulisan pada blog saya ini.
Sholat Dzuhur di Masjid Agung Parepare
Kami tiba di Parepare sekitar pukul 13.00 WITA dari Toraja dengan menggunakan bus. Karena tidak tahu turun di mana maka kami meminta turun di pertigaan lampu merah dekat Masjid Agung Parepare. Sekalian saja kami melaksanakan ibadah di sana.
Masjid yang kalau dilihat dari luar layaknya istana Disneyland, memiliki anak tangga lumayan curam. Serunya, banyak burung berterbangan di dalam masjid sambil bersuara. Kapan lagi sholat ditemani kicauan burung?
Sholat Dzuhur di Masjid Agung Parepare
Kami tiba di Parepare sekitar pukul 13.00 WITA dari Toraja dengan menggunakan bus. Karena tidak tahu turun di mana maka kami meminta turun di pertigaan lampu merah dekat Masjid Agung Parepare. Sekalian saja kami melaksanakan ibadah di sana.
Masjid Agung Parepare Doc : Andini Harsono |
Masjid yang kalau dilihat dari luar layaknya istana Disneyland, memiliki anak tangga lumayan curam. Serunya, banyak burung berterbangan di dalam masjid sambil bersuara. Kapan lagi sholat ditemani kicauan burung?
Parepare
Mengingatkan Tentang Habibie Ainun
Lepas
beristirahat sejenak di hotel yang terletak di Kampung Pisang, kami
berjalan kaki menuju Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun sambil mencari makan
siang.
Kenapa
memilih berjalan kaki?
Karena
kami ingin menikmati kota dengan menyusuri jalan-jalan di kota ini. Oya,
trotoarnya nyaman kok untuk pejalan kaki ditambah pepohonannya masih cukup
rindang mampu menyejukkan cuaca yang luar biasa panas.
Setelah
kurang lebih 15 menit berjalan, sampailah kami di Monumen Cinta Sejati Habibie
Ainun. Hmm excited. Kekuatan cinta mereka diabadikan dalam sebuah monumen untuk
dikenang hingga anak cucu kita nanti. Wow luar biasa kan?
Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun, Parepare Doc : Andini Harsono |
Entah
kebetulan atau tidak, sejak di Toraja saya sudah sering mendengarkan sambil
bernyanyi lagu Cinta Sejati dari Bunga Citra Lestari yang menjadi Soundtrack
film Habibie Ainun, sementara saya lupa kalau ada monumen ini di Parepare.
Romantis deh pokoknya. *lol
Makan
Coto di Parepare
Kelaparan
melanda duo pejalan kaki ini. Menemukan Coto di antara bangunan ruko-ruko tua
seperti menemukan mata air di tengah gurun pasir. Tanpa berpikir lama, kami
segera memesan Coto plus nasi yang seharusnya dimakan pakai ketupat tapi kami
minta pakai nasi putih.
Saya
memilih coto campur paru, ternyata enak banget. Dengan sekejab, saya pun habis
melahap semangkok coto dan nasi putih setengah porsi ditutup dengan es teh
manis yang free, horee...
*gak sempat moto, saking laparnya :D
*gak sempat moto, saking laparnya :D
Nyasar
Saat Menuju ke Pantai Mattirotasi
“Mba
kamu aja ya yang buka map, hape aku lowbat lagi dicharge dulu.” ucapku pada Mba
Nila, partner jalanku kali ini.
“Alright.”
sahutnya bersemangat.
Lagi-lagi
kami memilih jalan kaki. Karena berdasarkan map hanya 15 menit saja. Namun,
setelah 15 menit berjalan, saya sadari kok semakin jauh dari aroma pantai.
Secepat kilat saya meminta melihat map yang dipegang Mba Nila dan ternyata
benar, kami nyasar.
“Mba,
map yang gue lihat bener kok, nih Mattiro Tesi.” tunjuk Mba Nila.
“Mba
yang kita tuju itu Taman Mattirotasi bukan Mattiro Tesi.” kataku menahan tawa.
“Ya
ampun gue liatnya itu sama aja, kenapa gue gak ngecek itu di deket pantai apa
bukan sih?!” sahutnya menyesal.
Kami
pun ketawa-ketawa di pinggir jalan dekat Polres Kota Parepare.
“Ya
sudah kita naik becak, angkot, atau ojek aja menuju ke sana biar gak nyasar
lagi.” pintaku.
Sembari
mencari ketiga alternatif transportasi tersebut, Mba Nila melihat Ibu-ibu
jualan manisan buah dan jajanan ala Parepare. Sambil ngadem kami pun jajan. Dia
beli manisan mangga dan saya beli 2 lembar keripik yang diatasnya dilelehkan
gula aren.
Tak
berapa lama datang 1 ojek menawarkan jasanya, kami minta dicarikan ojek satu
lagi tapi Bapaknya bilang “Sudah Non mari naik saja, saya bisa bonceng 3.”
Ya
sudah lah ya, mohon jangan ditiru ya gengs :(
Nyore
di Pantai Mattirotasi
Akhirnya
lega sampai juga di taman dan pantai Mattirotasi. Terdapat banyak gazebo yang
bisa digunakan secara gratis untuk duduk-duduk santai sambil menikmati desiran
ombak dan angin khas pantai pesisir selatan pulau Sulawesi ini.
Kami
langsung ambil posisi untuk menghabiskan manisan mangga dan keripik gula aren
yang kami beli tadi. Setelah habis selembar keripik, ada seorang anak sekitar 7
tahun datang menghampiri saya dan dia melihat ke arah keripik kemudian saya
tanya, “Kamu mau ini?” dia mengangguk. Ya sudah lah ya keripik pun saya
ikhlaskan untuknya :)
Pantai
ini asyik untuk nyore. Dibangunnya trotoar yang nyaman untuk lari dan jalan
membuat pantai ini ramai dikunjungi warga. Sayangnya, tetap masalah sampah :(
Diajak
Menyusuri Perbukitan dan Melihat Kincir Angin
Sedang
asyik menikmati sore di Pantai Mattirotasi, kawan Mba Nila datang menghampiri
untuk mengajak kami berputar-putar kota. Tujuannya adalah perbukitan hingga
akhirnya melihat kincir angin yang telah diresmikan Presiden beberapa waktu
lalu. Wow kayak di Belanda ya? (maaf kadang khayalan saya tingkat tinggi).
Matahari
mulai memerah rendah. Mobil melanju cukup kencang menyusuri jalanan perbukitan
yang menaungi beberapa desa. Damai, tenang, itu yang saya rasakan.
Burung-burung berterbangan sambil bernyanyi bersahutan. Maha Besar ALLAH dengan
segala ciptaan-Nya.
Mencari
Barang Murah Pasar Senggol Parepare
“Kalian
mau kemana lagi?” tanya kawan Mba Nila.
“Pasar
Senggol.” jawabku cepat.
Dia
segera mengemudikan mobilnya menuju Pasar Senggol yang menjadi primadona untuk
mencari barang-barang murah.
Dari
ujung ke ujung, pasar ini menawarkan beraneka ragam barang murah. Sepatu, tas,
baju, pakaian dalam, kaos kaki dan lain sebagainya dijajakan di sini. Jadi
kalau teman-teman sedang jalan ke Parepare lalu kekurangan baju, jangan
khawatir segera ke sini saja.
Bebek
Goreng dan Ngobrol Santai
Hal
yang paling menyenangkan bagi saya ketika melakukan sebuah perjalanan adalah
makan sambil ngobrol santai dengan orang setempat. Kawan Mba Nila ini orang
asli Parepare yang sempat kuliah di Jogja. See? Membuat saya mengingat sebelas
tahun silam ketika saya memiliki kenalan yang asalnya dari Sulawesi Selatan
termasuk Parepare.
Bebek
Goreng yang gurih menjadi media komunikasi yang asyik. Makan sambil ngobrol apa
saja hingga akhirnya kami merencanakan traveling bareng tahun depan.
Menyenangkan bukan?
Saya
selalu ingat petuah dari mentor saya, “Be a citizen of the world Din. Kemanapun
kakimu melangkah, jadilah kamu penduduk sana dan bertemanlah dengan penduduk
lokal.”
Malam
itu saya mengalami lagi petuah tersebut. Pada akhirnya, rasa syukur saya tak
terhitung, cita-cita sebelas tahun silam dapat terwujud. Menikmati makanan
lokal, menikmati semua destinasinya, menikmati cerita sejarah dan budayanya
(suku Bugis), mendapat teman baru, dan menikmati keramahan kota beserta
orang-orangnya.
Once
again, thank ALLAH for this moment, thank you Mba Nila yang sudah membantu
mewujudkan mimpiku, tarima kasih Kak Hamid yang sudah meluangkan waktu mengajak
putar-putar kota Parepare dan thank you my mentor for always supporting me.
Tentunya
terima kasih bagi teman-teman yang sudah bersedia membaca artikel saya ini.
Much Love :)
Yah Mbak, kok nggak ada yang foto kincir anginnya? Itu orang umum bisa masuk ke area situ kan Mbak?
BalasHapusOh, Parepare itu kotanya Eyang Habibie dan Eyang Ainun, ya. Jadi pengen ke sana. Katanya, makanan dari ikannya enak-enak kata Eyang Habibie. Sebagai fans ikan, saya penasaran. :)
BalasHapusPare-pare itu kota kelahiran BJ Habibie kan ya mbak?
BalasHapusAku jd nonton yutub ndengerin BCL nyanyi Cinta Sejati nih hehe.
Ealah, aku baru tahu ini kota kelahiran presiden ke Tiga. disana lengkap sekali pariwisatanya. ada budaya, bangunan dan kuliner dibungkus dengan alam berupa pantai dan laut yang indah. Komplit banget ya kak
BalasHapusKotanya memikat yaa, kapan aku bisa ke sana.
BalasHapusPengin kenal budaya sana
Tulisannha membuatku i.nvin terbang ke sana...sy blm pernah ke Sulawesi nih..
BalasHapusHehe...
Perjalananya yang menyenangkan ya, mba Andini, membaca tulisannya ikut hanyut dengan perjalanan santai tapi penuh makna
BalasHapus