Sepatah Dua Patah
Wat Pho - Bangkok (dok. Andini Harsono) |
“Kamu
mau jalan lagi?” tanyanya pada pesan di Whatsapp
“Iya.
Aku sudah menerima tawaran temanku untuk mendampingi penari.” jawabku menjelaskan
“Kemana
kali ini?” tanyanya lagi
“Bangkok.”
“Berapa
lama?”
“3
hari aja kok.”
“Ok.”
Aku
menunggu balasan dia lagi selain “Ok” tapi tak kunjung kutemui. Ah ya sudahlah
dia memang orangnya sepatah dua patah kata. Aku lanjutkan packing karena besok flight
pagi ke Bangkok.
Waktu
menunjukkan pukul 00.30 WIB dan mataku belum juga terpejam. Keisenganku muncul.
Kucek berulang kali aplikasi WA dan
tak kunjung kutemui lanjutan “Ok” tadi. Kemudian kubaca kembali pesan-pesannya
dan memang singkat padat dan jelas. Lagi-lagi ya sudahlah.
Pukul
05.00 WIB aku menuju airport diantar
oleh temanku yang kebetulan bekerja di persewaan mobil online. Sepanjang perjalanan aku masih bertanya dalam hati, “Setelah
menanyakan kepergianku, lalu cuma dibalas dengan OK?” tapi lagi-lagi ya
sudahlah. Untungnya temanku bisa kocak menghibur pagi-pagi, jadinya ya gak
galau-galau amat.
Perjalanan
panjangku berujung pada pukul 14.05 waktu Bangkok. Riuh ramai orang memadati
Bandara Dong Moeang dan entah ada acara apa terasa begitu padat sekali. Aku
bersama Elina, sang penari mulai mengantri keluar Imigrasi yang antriannya
berliku-liku seperti kehidupan (okelah). Begitu menyalakan modem selama di
Bangkok, pesan-pesan mulai bermunculan. Keisenganku mulai lagi. Tak ada pesan
dari dia. Oh My God.
Sederet
pesan kubalas, lalu ada nomor Bangkok mengirimkan pesan menanyakan
keberadaanku. Ternyata dia Liaison
Officer (LO)-ku selama di Bangkok. Setelah mengantri begitu panjang,
akhirnya aku lolos Imigrasi dan menuju tempat pengambilan bagasi. Setelah menunggu
kurang lebih 30 menit, bagasi selesai juga. Lalu kuhubungi LO-ku dan eng ing eng,
pria manis berbaju hitam dengan membawa papan namaku menyambut dengan lambaian
tangan. Pria Thailand emang manis-manis *lol.
Kemudian dia memperkenalkan diri, tapi susah menyebutkan namanya. Sebut aja dia
T. Dia menawarkan kepada kami untuk membeli makanan lebih dulu sebelum
melanjutkan perjalanan. Mengingat udah waktunya makan siang, dan aku belum makan
dari pagi. Tadi sempat sih melahap sandwich
yummy ketika transit di Changi. Akhirnya kami sepakat untuk mendekati coffee corner di ujung pintu keluar
bandara. Di Bangkok haruslah teliti mencari makanan halal. Karena pork dijual dimana-mana dan diolah menjadi
berbagai jenis makanan. Bakpao isi black
bean dan Oichi green tea minuman
favorit kalo bepergian ke Kuala Lumpur, Yangon dan Bangkok kupilih sebagai menu
makan siangku.
T
tak banyak bicara. Dia hanya menunjukkan dimana van kami menunggu lalu dia mempersilakan kami untuk makan sambil
melanjutkan perjalanan. Bangkok sama seperti Jakarta, macet dan lokasi bandara
cukup jauh.
Kami
diantar ke lokasi acara di BITEC-Bangna
Bangkok (semacam JCC nya lah) untuk kemudian menemui rombongan delegasi
Indonesia lainnya. Tidak lama di lokasi acara karena sudah selesai, kami
diantar kembali oleh pria berbaju hitam tadi ke hotel.
Terletak
di kawasan keramaian Sukhumvit, kami
sampai di hotel dengan selamat setelah bermacet-macetan ria selama hampir 2
jam. Deretan jajanan malam melambaikan tangannya untuk kami coba. LO-ku menawarkan untuk menemani kami makan
malam. Tidak pikir panjang, I said
yeesss.. (lapar ciinn)
T
mengantar kami di warung khas Bangkok tidak jauh dari hotel. Aku, Elina dan T.
Setelah memilih tempat duduk, T duduk tepat di hadapanku. Oh My God, senyumnyaaa.. (ada
bunga-bunga bertebaran di mukaku sepertinya)
Setelah
memesan menu makanan yaitu nasi goreng nanas, kami berbincang-bincang. Tidak
pernah lepas senyumnya T. Kunikmati makan malamku dengan senyuman T. Tepat pada
suapan terakhir, handphone berdering
menandakan ada pesan di WA.
“Kamu
kapan balik?” OMG dari dia.
“Lusa.
Kenapa?”
Seperti
biasaaa.. hanya sepatah dua patah kata. Setelah ditanya kenapa, ya gak bales
lagi. Ok kumasukan kembali handphoneku
ke tas lalu kembali berbincang dengan T.
Aah senyuman
T menjadi hambar karena pesannya. Terbayang olehku, dia yang duduk di hadapanku.
Ya seperti biasa, ketika aku dan dia bertemu untuk makan malam, dia selalu
duduk tepat di hadapanku. Senyumnya yang mahal tapi bisa juga begitu murah
kalau ada yang lucu, seakan hadir menggantikan T.
Entah
apa maksudnya, entah juga apa yang direncanakan Tuhan. Dia yang datang dan
pergi, yang sepatah dua patah kata, yang tidak pernah melepaskan pandangan
ketika bertemu, dan dia yang tidak pernah lepas dari ingatanku. Iya dia, laki-laki
berkulit sawo matang, bermata bulat (dalam), yang nyebelin tapi...
Lamunanku
diselesaikan oleh ajakan T untuk kembali ke hotel. Sepanjang jalanan menuju
hotel yang begitu ramai, mendadak sunyi karena aku jadi kepikiran dia.
“Aku
sudah ambil cuti 3 hari untuk bisa extend
ketika nge-trip ke Jogja nanti.
Tolong belikan tiket yang sama dengan keberangkatan dan kepulanganmu ya.” pesan
agak panjangnya masuk di WA-ku.
“Katanya
gak bisa cuti?” jawabku
“Ya, sudah kuajukan dan di-approved. Sebagai
bonus akhir tahun.”
“Ok
nanti aku booking-in tiket barengan
yaa.”
“Tq.”
Oke,
bye dia gak bales lagi. Kulemparkan handphone-ku ke kasur lalu tidur. Zzz
---
Wahahahahahkkkm... ceburin ke sumur aja tuh si sepatah dua patah... patahin jari tangannya kalo lu tega ..haha.. terima kasih Andini sudah berbagi kisah
BalasHapusbangkok keren :D
BalasHapusperalatan dapur termurah