Memerah Rindu
Taman Kerang Kab. Jepara, Jawa Tengah (dok. Andini Harsono) |
“Lalu, apa yang kamu
rindukan darinya, Dee?” tanya Ella, sahabatku
Aku menerawang ke
langit yang sudah gelap karena waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB
“Aku rindu berbicara dengannya.
Aku rindu bercerita dengannya. Tentang apa saja. Hal-hal penting, hal-hal gak
penting, hal-hal bodoh, hal-hal alay. Aku rindu dia mendengarkanku, aku
mendengarkannya. Kami bisa bercerita berjam-jam dengan tawa disela-selanya,
dengan nada ketus pada akhirnya, hingga kami terdiam entah harus bercerita apa
lagi. Dia adalah teman diskusi terbaik yang pernah aku miliki selain Ibuku.” jelasku sambil tersenyum
“Nampaknya apa yang
kamu rasakan, sama sepertiku Dee. Aku juga merindukannya. Hal yang paling aku
rindukan adalah berbagi cerita dengannya. Aku rasa hanya dia yang memahamiku.” Ella
menimpali seraya tersenyum
Aku melihat harapan
besar di sorot matanya. Harapan itu tergambar jelas ketika dia menyebut nama ‘kekasih’nya.
“Kamu gak nyoba
menghubunginya?” tanyaku
Ella menjawab dengan
menggeleng dan menunduk
“Yakin gak mau
menghubunginya?” tanyaku menyakinkan
“Untuk apa? Aku tidak
mau mengganggunya lagi. Dia sudah menentukan pilihannya, pilihan hidupnya.” jawabnya
lirih sambil menunduk
“Ya untuk beri tahu
dia kamu masih ada untuknya. Untuk menyampaikan bahwa kamu rindu dengannya. Meskipun
dia memilih berjalan berseberangan denganmu El, kamu harus beri tahu dia bahwa
kamu selalu merindukannya, kamu menyayanginya.” Aku memandang wajah Ella yang
masih menunduk. Perlahan kusentuh bahunya dan dia menantapku dalam.
Ella membuang
pandangan pada selembar daun kering yang ada di seberang jalan. Harapannya
mendadak kosong.
“Ya memang gitu El,
cinta, sayang atau apalah itu sebutannya memang rumit. Aku ingat quote dari Mas Sujiwo Tedjo kurang lebih
begini ‘Kau bisa merencanakan menikahi
siapa tapi kau tidak bisa merencanakan cintamu untuk siapa.’ Nah, sekarang
kita merasakan bahwa kita gak bisa merencanakan itu. Bahkan untuk
menyampaikannya aja sulit. Apalagi meyakinkannya.”
“Kamu gak nyoba
menyampaikan rindumu pada dia?” tiba-tiba Ella balik bertanya padaku
Aku menggeleng.
“Kenapa? Kamu mau
jawab untuk apa juga? Lalu aku jawab supaya dia tahu kamu merindukannya. Haelah
Dee.” tawa Ella membelah malam
“Pada akhirnya kita
akan menertawakan hal-hal bodoh yang pernah kita lakukan untuk menjawab atas
pertanyaan-pertanyaan. Kadang apa yang kita inginkan belum tentu terjadi kan. Hmm..
Alasan terbesarku tidak menyampaikan tentang rindu ini padanya....,” aku
mencoba memilih kata
“Karena aku gak mau gara-gara
rindu ini dia menjauhiku, kita jadi jauh cuma gara-gara rindu ini. Aku gak tahu
tentang hatinya, aku gak tahu, hmm.. yaa..aku gak tahu. Karena ketidaktahuanku itu, aku gak mau kehilangannya cuma karena aku memaksakan kehendak.” aku menyelesaikan kalimatku ketika nafas yang tertahan dikerongkongan terlepas
Ella menghela nafas panjang.
Ella menghela nafas panjang.
“Dan pada akhirnya
kita akan menertawakan kepedihan karena kekasih tak membalas rindu kita? Pada
akhirnya kita akan menertawakan hal-hal bodoh yang pernah kita lakukan untuk
mendapatkannya? Dan pada akhirnya kita tidak lagi akan mengenal hal-hal pedih
karena sibuk tertawa?” Ella kembali tertawa
“Ya, begitulah,
memang rumit. Aku gak bisa menerjemahkannya.” Akupun tertawa
“Rumit. Memang. Tapi aku
yakin, aku dan kamu mampu menguraikannya. Kelak..” Ella menepuk bahuku dua kali
lalu kami tertawa.
Rumit, yaa rumit
memang, menerjemahkan rindu, batinku.
“Tapi apapun itu, aku
merindukannya, El.”
“Aku lebih
merindukannya, Dee.”
Malam menutup kami
dengan rindu yang kian memerah.
Ya, rindu memang
rumit..
---
luar biasa..
BalasHapussusu kental manis