Festival Baduy 2016 Gerbang Wisata Desa Adat Baduy
Kampung Baduy Luar, Desa Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab, Lebak, Prov. Banten (dok. Andini Harsono) |
Mengenal
suku Baduy rasanya tidak cukup hanya membaca dari berbagai media atau mendengar
cerita orang saja. Lebih puas apabila berkunjung ke sana langsung. Kita bisa
melihat secara langsung, mendengar dan merasakan kehidupan masyarakat adat
Baduy yang unik. Tanggal 4–6 November 2016 saya bersama teman-teman Blogger
berkesempatan mengunjungi saudara-saudara di Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dimana bertepatan dengan Festival
Baduy 2016. Festival Baduy 2016 baru pertama dilaksanakan sebagai gerbang
promosi wisata desa adat Baduy.
Menuju
Kampung Baduy di Desa Kanekes kemarin kami menggunakan transportasi umum yaitu
KRL Jabodetabek dari Stasiun Kebayoran menuju Stasiun Maja lalu berganti kereta
ekonomi menuju Rangkasbitung. Sebenarnya ada yang langsung ke Rangkasbitung
dari Stasiun Angke yang lewat di Stasiun Kebayoran juga, tapi karena kami
ketinggalan kereta jadi kami naik KRL ke Stasiun Maja. Berangkat dari Stasiun
Kebayoran pukul 09.15 WIB sampai di Stasiun Maja pukul 10.30 WIB dan kereta
menuju Stasiun Rangkasbitung baru datang pukul 12.00 WIB. Sebenarnya bisa saja
naik transportasi lain yaitu ojek atau sewa angkot tapi kami lebih memilih
untuk sabar menunggu kereta saja. Oya ongkos KRL dari Stasiun Kebayoran ke
Stasiun Maja adalah Rp. 5.000,- per orang dan kereta ekonomi ke Stasiun
Rangkasbitung juga Rp. 5.000,- per orang, murah kan :)
Hanya
memerlukan waktu setengah jam untuk sampai ke Stasiun Rangkasbitung dari
Stasiun Maja dan kami langsung mencari warung nasi karena kelaparan. Cukup
sulit mencari warung nasi di sekitar stasiun. Setelah berjalan sekitar 100
meter ke arah jalan raya baru kami menemukan Warteg. Bermodalkan informasi
melalui berbagai sumber di internet, kami menuju terminal Aweh untuk
selanjutnya berganti kendaraan ELF menuju Ciboleger, Desa Kanekes. Ternyata
kami dibablasin sama supir angkotnya hingga terlewat begitu jauh terminal
Awehnya, untung saja ada seorang penumpang berbaik hati memberi tahu dimana
kami harus turun dan menunggu ELF lewat. Hari semakin sore rasa khawatir mulai
hingga di hati. Karena ELF itu hanya sampai jam 2 siang dan ini sudah lewat
dari jam 2 siang. Sempat terpikir untuk menghentikan mobil siapapun yang menuju
ke Ciboleger tapi tidak terlalu lama menunggu ELF itu datang. Bagai melihat
berlian, kami langsung bergegas. Ongkos ELF-nya dari Terminal Aweh – Ciboleger
Rp. 25.000,- namun kami sudah naik setengah perjalanan jadinya membayar Rp.
10.000,-.
Saya dan Buncha Elisa Koraag sampai di Ciboleger, Desa Kanekes (dok. Andini Harsono) |
Sekitar
1 jam akhirnya kami sampai, we are happy
:) Terlihat keramaian di sana tapi tak terlihat ada panggung ceremonial di lapangan itu. Rupanya kami
harus masuk ke dalam desa dulu baru ketemu panggungnya. Jalan menanjak membawa
kami ke panggung utama. Terdengar suara seorang perempuan berpidato yang
menggelegar. Oh rupanya beliau adalah Hj. Iti Octavia Jayabaya, Bupati Lebak.
Seluruh masyarakat Baduy berkumpul di sana menyambut tamu-tamu undangan penuh
suka cita. Opening ceremony juga
dihadiri oleh Kemenko PMK, Kementerian Desa, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Ketua DPRD Lebak dan jajaran pejabat daerah lainnya. Festival
Baduy 2016 resmi dibuka secara simbolis dengan membunyikan angklung bersama.
Sungguh meriah meskipun rintik hujan mulai turun. Yang membanggakan adalah
Kabupaten Lebak mendapatkan piagam penghargaan pemecah rekor menenun Kain Tenun
Baduy Pewarna Alam sebanyak 500 peserta. Hal ini membuktikan keseriusan
masyarakat Baduy dalam mengelola potensi pariwisata daerahnya. Bukan hanya
masyarakatnya yang unik tapi juga kreatif. Sepanjang mata memandang, tidak ada
rumah yang tidak menenun. Bagi mereka yang memiliki anak gadis, wajib baginya
untuk mengajarkan anak gadisnya agar bisa menenun supaya tidak punah. Kain
tenun Baduy memiliki beragam motif dengan filosofi berbeda. Corak tenun antara
Baduy Luar dan Baduy Dalam agak berbeda. Ini menambah keindahan desa adat
Baduy.
Jalan Menuju Kampung Baduy dari Ciboleger (dok. Andini Harsono) |
Foto bersama Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya, Kemenko PMK, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam. (dok. Andini Harsono) |
Wefie bareng Bupati Lebak dan Buncha (dok. Elisa Koraag) |
Baduy
dikenal sebagai masyarakat yang masih menganut aturan adat ketat. Tidak boleh
bersekolah, tidak boleh memasak menggunakan minyak tanah, tidak boleh
menggunakan pakaian selain pakaian adat yaitu putih atau hitam atau tenun corak
garis-garis hitam dan yang paling serunya lagi adalah tidak boleh ada listrik.
Kebayang dong di era digital sekarang ini mana bisa jauh-jauh dari colokan
listrik dan kemarin kami mencoba untuk berjauhan dengan aliran listrik. Untuk mengisi
baterai handphone kami menumpang di
kantor Kepala Desa atau di warung-warung makan di luar Kampung Baduy. Mandi dan
buang air kecil pun kami harus menumpang di kantor Kepala Desa atau kamar mandi
umum dengan membayar Rp. 2.000,- untuk buang air kecil/besar dan berwudhu, lalu
Rp. 4.000,- untuk mandi.
Suasana Kampung Baduy Luar (dok. Andini Harsono) |
Suasana Kampung Baduy Luar (dok. Andini Harsono) |
Dok. Andini Harsono |
Ketika
mendengar tidak boleh sekolah membuat kami sedih tapi ini sudah aturan adat mau
diapakan lagi. Tapi jangan khawatir, entah bagaimana caranya, mereka rupanya
bisa menghitung dan membaca. Konsen kami lainnya adalah mengenai kesehatan.
Keterbatasan MCK, tenaga medis yang ada mengingat lokasi Baduy Dalam cukup jauh
dari Ciboleger, Desa Kanekes dirasa begitu pelik. Namun ternyata Bupati Lebak
sudah menerapkan beberapa sistem terutama untuk ibu hamil. Bagi ibu yang sedang
mengandung, akan dipasang bendera di depan rumahnya sebagai tanda bahwa dia
butuh perhatian khusus dari dokter atau bidan. Selama ini bidan, dokter atau
tenaga medis yang menjemput bola. Secara rutin mengunjungi mereka dan memeriksa
kesehatan masyarakat. Saat ini sudah tersedia Puskesmas dengan 2 ambulans yang
siap melayani 24 jam dan sebagian penduduk Desa Kanekes sudah memiliki BPJS.
Potensi
Baduy sangat banyak untuk bisa diexplore
lebih dalam. Keunikan masyarakat adatnya, keindahan alamnya, keindahan hasil
kerajinannya dan kebersihan lingkungannya adalah ramuan yang pas untuk
dinikmati. Jaro Saija, Kepala Desa Kanekes yang sekaligus menjadi tuan rumah
tempat kami bermalam mengatakan akan membuat peraturan lebih tegas lagi bagi para
pengunjung ke Baduy Dalam. Masing-masing pengunjung diwajibkan membawa kantong
kresek untuk membawa sampah-sampah mereka kembali ke Baduy Luar agar bisa
dikumpulkan atau dibuang di Baduy Luar. Apabila tidak dilaksanakan akan dikenai
denda/sanksi. Hal ini bertujuan agar tetap menjaga kebersihan lingkungan desa.
Ki-Ka Om Frisch, Kang Geri (Relawan TIK), Buncha Elisa, Jaro Saija (belakang pakaian hitam), Saya, dan Kang Aji Panjalu (Panitia #FestivalBaduy2016) (dok. Elisa Koraag) |
Hasil Karya Masyarakat Baduy Yang dipajang di Teras Rumahnya (dok. Andini Harsono) |
Benang untuk menenun menggunakan pewarna alam yang sedang dijemur (dok. Andini Harsono) |
Hasil Karya Masyarakat Baduy Yang dipajang di Teras Rumahnya (dok. Andini Harsono) |
Rangkaian
kegiatan Festival Baduy 2016 diantaranya Seminar “Menghadapi Peluang dan
Tantangan UKM di era digital.” dan “Peranan BUMDES Dalam Pengelolaan Aset Desa
Adat dan Wisata.”, pertunjukan seni dan pameran produk hasil karya masyarakat
Baduy. Yang paling menarik bagi kami adalah hari ketiga atau hari terakhir
yaitu mengunjungi Gajeboh (perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam). Bersama
dengan rombongan lain kami menyusuri jalan-jalan setapak bebatuan berhiaskan
pepohonan hijau dengan aroma tanah sehabis hujan. Sejuk dan tenang. Waktu
tempuh kurang lebih 4 jam pulang pergi sudah termasuk beristirahat makan siang
di rumah salah satu penduduk yang juga penenun. Rasanya ingin meneruskan
perjalanan ke Baduy Dalam tapi karena kami harus pulang, maka kami akan kembali
ke Baduy Dalam di lain waktu.
Kami diberikan kenang-kenangan selendang Tenun Baduy sebagai tanda persahabatan oleh Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija didampingi Kang Aji Panjalu (dok. Andini Harsono) |
Para Narasumber pada kegiatan Workshop (dok. Andini Harsono) |
Suasana Pameran Kerajinan Baduy (dok. Andini Harsono) |
Memilih Kalung dari Akar Kayu Kerajinan Baduy Dalam (dok. Andini Harsono) |
Pemandangan Kece Sepanjang Perjalanan Menuju Gajeboh Baduy (dok. Andini Harsono) |
Pemandangan Kece Sepanjang Perjalanan Menuju Gajeboh Baduy (dok. Andini Harsono) |
Pemandangan Kece Sepanjang Perjalanan Menuju Gajeboh Baduy (dok. Andini Harsono) |
Jembatan Gajeboh menjadi Perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam. Dari sini ke Baduy Dalam masih 2 jam lagi. (dok. Andini Harsono) |
Pemandangan Kece Sepanjang Perjalanan Menuju Gajeboh Baduy (dok. Andini Harsono) |
Baduy
adalah satu dari sekian banyak desa adat di Indonesia yang harus dijaga
kelestariannya. Indonesia bukan saja kaya dengan sumber daya alamnya melainkan
kaya akan adat budaya juga keseniannya. Hanya saja untuk bisa sampai ke Kampung
Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak ini masih cukup
sulit (bagi backpacker tanpa
kendaraan pribadi). Keterbatasan angkutan dari Stasiun Rangkasbitung membuat
jantung deg-degan. Mungkin bisa menjadi pertimbangan pemerintah Lebak, Banten
agar menambah moda transportasi yang lebih nyaman dengan kuantitas cukup banyak
terutama pada hari-hari pelacong datang (sabtu-minggu atau hari-hari ada acara
seperti Festival Baduy 2016 kemarin). Selain itu juga dikembangkan untuk homestay dengan berbagai pilihan (tidak
harus menginap di rumah warga). 2 hal itu apabila dikembangkan, kami yakin bisa
semakin menarik wisatawan untuk berkunjung ke Baduy. Kegiatan Festival Baduy
2016 jangan berhenti sampai sini saja. Kami berharap akan ada kegiatan-kegiatan
selanjutnya agar Baduy menjadi salah satu tujuan wisata yang wajib hukumnya
bagi traveller. Semakin dikenal
banyak orang, semakin banyak dikunjungi wisatawan, semakin baik pula roda
ekonomi di masyarakat Baduy.
Satu
yang saya ingat ketika berada di Baduy adalah ketenangan. Hatur nuhun Baduy :)
Foto Keluarga dulu bersama Masyarakat Baduy Dalam (dok. Andini Harsono) |
Mantap
BalasHapusNice mbak.. sukses yah
BalasHapus