Potret Kesehatan Masyarakat Melalui Antologi Film Dokumenter Eagle Awards 2016
Geliat industri perfilman di Indonesia kian hari kian menjanjikan. Para sineas berlomba untuk mempersembahkan yang terbaik untuk masyarakat. Film merupakan media efektif untuk berkomunikasi perihal apapun. Tak kalah dengan film komersial, film dokumenter juga memiliki bagian tersendiri bagi para pelaku dan penikmatnya. Eagle Institute Indonesia adalah pusat lembaga edukasi dokumenter dan pengembangan produksi fillm dokumenter yang berwawasan, berkarakter serta berkontribusi pada keberhasilan industri film dokumenter nasional dan berperan aktif di forum film dokumenter internasional. Melalui Yayasan Eagle Mandiri (Eagle Institute Indonesia), akan menjadi wadah bagi masyarakat baik mahasiswa, komunitas film, kaum intelektual muda yang tertarik untuk mengembangkan dan mendalami film dokumenter sehingga dapat menghasilkan karya berkualitas siap saing di dunia industri film dokumenter Indonesia hingga international.
Salah
satu kegiatan yang dibentuk oleh Eagle Institute Indonesia adalah Eagle Awards
Documentary Competition dimana program ini mengkolaborasikan antara pendidikan,
produksi, dan kompetisi film. Semangat para sineas muda sangat fantastis dengan
hadirnya kompetisi ini. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jiwa
kreatifitas yang tidak diragukan lagi. Eagle Awards Documentary Competition tahun ini
mengambil tema ”Indonesia Sehat” sesuai dengan program pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kesehatan RI yang terus menyuarakan dan mengajak seluruh masyarakat
untuk berperan aktif membangun kesehatan di berbagai lapisan masyarakat
dimanapun berada. Adanya program Nusantara Sehat merupakan bakti tenaga
medis/kesehatan dalam melakukan tugasnya yaitu menyehatkan negeri ini. Pelosok negeri
dan pulau terluar masih sering tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Minimnya fasilitas
kesehatan baik tenaga medisnya maupun rumah sakit/puskesmas/klinik merupakan
kendala bagi masyarakat yang tinggal di pelosok/pedesaan atau pulau terluar
Indonesia.
Melalui
film dokumenter yang dikreasikan para peserta Eagle Awards diharapkan
masyarakat tahu bagaimana kondisi saudara-saudara kita di sana untuk
mendapatkan penghidupan layak. Jujur saja ketika saya melihat 6 film dokumenter
finalis Eagle Awards Documentary Competition, airmata saya jatuh tak tertahan
lagi. Potret kemiskinan, kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak
dan berada jauh dari semua fasilitas yang biasa saya dapatkan di kota-kota
besar, jelas tergambar di sana. Keenam film dokumenter tersebut adalah
7
Bintang. Film berdurasi 25 menit karya sutradara Jastis Arimba mengambil latar
Distrik Iwur yang berbatasan dengan Negara Papua New Guinea ini menceritakan
pengabdian 7 tenaga medis (dokter dan perawat) yang dipimpin oleh dr. Firman
Budi dalam program Nusantara Sehat. Dengan segala keterbatasan, mereka berupaya
untuk menyehatkan masyarakat dan mengajak mereka untuk hidup sehat. dr. Firman
Budi dan tim harus berjuang untuk Marcelina salah satu pasien menderita malaria
berat yang harus segera mendapatkan pertolongan di rumah sakit. Namun apa daya,
takdir berkata lain. Marcelina dipanggil Tuhan dengan tenang di rumahnya. Film
ini merupakan potret perjuangan tim Nusantara Sehat di daerah terpencil.
Kutukan
Tak Bertuan. Film karya Rahmi Rizqi dan Ariza Saputra A mengambil cerita
tentang Kampung Rerebe, Kabupaten Gayo Lues, Banda Aceh yang mempercayai sebuah
penyakit kutukan karena memakan hewan keramat yang bernama Noang. Secara medis
penyakit tersebut biasa disebut kusta. Jemali berusia 80 tahun harus berjuang
hidup di sebuah gubuk jauh dari pemukiman bahkan tinggal terpisah dari keluarganya
karena menderita kusta. Penyakitnya tidak teridentifikasi sejak dini dan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Jemali adalah satu dari
sedikitnya 60 yang teridentifikasi penyakit kusta yang tersebar di berbagai
kampung di Gayo Lues, Banda Aceh.
Mama
Amamapare. Potret dukun bayi bernama Mama Yakoba yang turut membantu masyarakat
di Kampung Amamapare di Mimika, Papua dalam persalinan. Mama Yakoba juga
mencari karaka untuk menghidupi keluarganya. Tenaga medis yang ditugaskan
menjadi sulit melaksanakan tugasnya karena minimnya fasilitas yang disediakan. Sehingga
masyarakat lebih percaya menggunakan cara tradisional untuk melahirkan atau
pengobatan penyakitnya. Film karya Yonri S. Revolt dan Febian Kakisini ini
berdurasi 23 menit.
Programmer
Cilik. Andre Christonga masih berusia 12 tahun namun rasa pedulinya terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat dituangkan lewat kemampuannya dalam membuat
program alur pendaftaran BPJS. Inisiatif Andre ini dilatar belakangi rumitnya
birokrasi dan panjangnya regulasi serta alur pendaftaran BPJS selama ini,
sehingga masyarakat harus mengantri dari sebelum matahari terbit untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Film karya R. A Christie Kirana dan A. Saka
Saputra ini merupakan potret bahwa teknologi adalah salah satu solusi membantu
berlangsungnya pelayanan kesehatan agar berjalan lancar.
Aku
Perlu Tahu. Menggambarkan pentingnya pendidikan reproduksi untuk siswa-siswi
difabel. Ahmad Fathul Iman adalah seorang guru SMA-LB Muhammadiyah, Jombang
beserta siswinya, Iris Sofiyya yang merupakan penyandang tuna rungu-tuna wicara
untuk mengajarkan pemahaman tentang pendidikan reproduksi. Pendidikan dasar ini
diharapkan untuk menekan resiko kekerasan seksual terhadap penyandang difabel. Iman
dan Iris harus kreatif dalam menyampaikan pendidikan reproduksi ini. Film karya
Mufti Rasyid dan Fery Sriafandi ini berdurasi 23 menit 14 detik.
Sketsa
Dua Kisah. Film karya Lutfi Yulisa dan Muhammad Burhan ini menceritakan secara
paralel tentang dua kehidupan orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Elvina Harahap jauh
lebih terbuka daripada Anonim wanita berusia 31 tahun yang menderita HIV-AIDS
(ODHA) yang ditularkan dari almarhum suaminya. Elvina mengelola kondisi dengan
baik dan tidak mudah putus asa dengan sanksi-sanksi sosial yang selalu
menghubungkan penyakit HIV-AIDS dengan persoalan moral. Elvina juga aktif
berkegiatan bersama dengan penyandang HIV-AIDS lainnya di Lampung.
Eagle
Awards Documentary Competition tersebut mendapat apresiasi dari Ibu Nila
Moeloek, Menteri Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan tidak dapat bekerja
sendirian dalam melaksanakan program-program kesehatan masyarkat. Pentingnya dukungan
masyarakat, sektor-sektor industri, pengusaha dan akademisi menjadi penguat. Maka
dari itu, mari kita turut mendukung program pemerintah untuk mulai hidup sehat
dan mengapresiasi adanya Eagle Awards Documentary Competition yang telah
melahirkan sineas muda dengan karya-karya luar biasa. Anda bisa turut memberikan
penilaian terhadap karya-karya mereka melalui voting sebagai film favorit
pemirsa tahun ini dengan cara http://eagleinstitute.id/vote
Makin membukakan mata saya bahwa hidup saya penuh berkat yang harus disyukuri. Di sudut Indonesia begitu banyak yang kekurangan fasilitas.
BalasHapus