Jero Wacik Sang Agni Brata Pariwisata Indonesia
Jero Wacik ketika menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. (dok. travelplusindonesia.com) |
The world we have
created is a product of our way of thinking. – Albert Einstein
Karier Jero Wacik (JW) sebagai Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata selama 2 periode pada masa pemerintahan SBY dibilang mulus. Prestasi
demi prestasi diraihnya demi menjadikan Indonesia lebih baik, maju dan
berkembang. Karena kepiawaiannya itu, SBY mempercayakan JW sebagai Menteri ESDM
pada 2011. Bagai terserang badai jajaran ESDM yang tidak pernah tidak ada
masalah kedapatan diberi Menteri seorang yang jujur, tegas, dan bekerja jujur
untuk bangsa dan Negara. Benar saja, tidak mau terserang badai lama-lama, JW
dituduh melakukan tindak pidana korupsi dengan terjerat pasal 12 E oleh KPK. Bermodalkan
keterangan dari Sekjen ESDM, Waryono Karno bahwa Menteri ESDM telah menyuruhnya
melakukan penyimpangan anggaran dana yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Sedangkan
JW baru diangkat sebagai Menteri ESDM tahun 2011. Bagaimana bisa seseorang yang
belum duduk sebagai Menteri ESDM sudah melakukan tindakan penyimpangan dan
memberikan arahan kepada bawahannya untuk melakukan itu?
Fakta persidangan tidak terbukti JW bersalah.
Seakan tidak puas, KPK terus menggali kesalahan-kesalahan JW yang tidak ada
menjadi ada. JW dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 tentang memperkaya diri
sendiri dan menyalahgunakan wewenang. Fakta persidangan pun membuktikan bahwa
JW tidak bersalah dengan keterangan sejumlah saksi, bahkan orang penting di
negeri ini turut memberi keterangannya yaitu Pak Jusuf Kalla tapi tidak
diindahkan oleh JPU dan majelis hakim. Kembali digali kesalahan JW dan
menemukan pasal 11 bahwa JW menerima gratifikasi.
Kalau ada istilah UUD (ujung-ujungnya duit), pada waktu itu Jero Wacik juga membuat istilah UUP (ujung-ujungnya pariwisata). Mengapa demikian? Saat duduk sebagai Menteri Budaya dan Pariwisata, Jero Wacik (JW) menghadapi masalah yang cukup pelik tentang pariwisata yaitu status empat Pendidikan Tinggi Pariwisata yang ada di bawah Kemenbudpar mengalami ketidakpastian. Pendidikan Tinggi Pariwisata tersebut adalah Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali, Akademi Pariwisata Medan dan Akademi Pariwisata Makassar. Keempatnya berubah menjadi pendidikan kedinasan yang sebelumnya dibuka untuk umum. Artinya keempatnya hanya boleh menerima dan mendidik PNS yang ada di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (sekarang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) serta tidak boleh menerima mahasiswa dari kalangan umum.
Berdasarkan
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa “pendidikan”
itu merupakan fortofolio dari “menteri yang bertanggung jawab dalam pendidikan
nasional.”, dalam hal ini Kemendiknas (sekarang Kemendikbud), sementara kementerian
lain hanya boleh melaksanakan pendidikan kedinasan. Undang-undang yang sama
pasal 29 juga menyebutkan bahwa pendidikan kedinasan merupakan pendidikan
profesi yang diselenggarakan oleh kementerian atau lembaga pemerintah
non-departemen, yang berfungsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai
atau calon pegawai di kementerian yang bersangkutan. Dalam melaksanakan
Undang-undang tersebut maka STP dan Akpar diubah menjadi Lembaga Pendidikan
Kedinasan dimana hanya akan melatih para pegawai Kemenbudpar dan ditutup untuk
mahasiswa umum.
JW melihat ini
masalah serius karena dampaknya besar. Para tenaga pengajar/dosen pada STP dan
Akpar itu akan kehilangan pekerjaan, masyarakat umum juga akan tidak maju dan
berkembang karena tidak ada pengembangan disiplin ilmu yang bisa dipilih untuk
melanjutkan studinya. Tanpa tergesa-gesa, memikirkannya dengan jernih, berpikir
positif, antusias dan meminta petunjuk Tuhan, JW berdiskusi panjang dengan para
staf sehingga menghasilkan keputusan bahwa STP dan Akpar akan diperbesar. Alasannya
adalah UUP tadi. JW meyakini, pariwisata akan terus meningkat dari tahun ke
tahun. Sebagaimana prediksi UN-WTO bahwa pada tahun 2020 akan ada 1,6 Milyar
turis melakukan perjalanan wisata. Rata-rata akan menghabiskan 5 Milyar dolar
dalam sehari. Tentu sebagai Menteri JW tidak ingin melewatkan kesempatan itu.
Indonesia kaya dengan berbagai potensi pariwisata. Mulai dari sumber daya alam,
warisan budaya, sejarah, hingga kulinernya. Semua itu tidak akan mencapai
kesuksesan tanpa adanya sumber daya manusia yang kompeten. SDM yang terdidik
dan terlatih adalah kunci keberhasilan pariwisata. Pendidikan Tinggi Pariwisata
akan melahirkan ksatria-ksatria dalam dunia pariwisata dan siap bersaing di era
globalisasi ketat sekarang ini.
Selain itu, kelak
akan ada pergeseran tingkat gengsi seseorang yaitu bukan lagi berapa banyak
rumah atau mobil, melainkan sudah pernah berwisata kemana saja. Saya mengetujui
pernyataan JW ini bahwa sebagai orang yang suka ber-travelling, saya akan menilai tingkat kematangan seseorang adalah
dengan cara dia menggunakan uangnya. Investasi harta sudah pasti dilakukan oleh
semua orang, tapi investasi hati? Baru sebagian orang yang sadar bahwa dengan
berwisata hati kita menjadi semakin kaya. Sehat hati, sehat pikiran maka sehat
pula badan. JW juga meyakini bahwa berwisata akan menjadi “kebutuhan pokok” masyarakat
disamping pangan, sandang dan papan dimana akhirnya akan menjadi sebuah gaya
hidup masyarakat di era modernisasi.
Melalui JW lah
nasib STP dan Akpar diubah menjadi besar. Pariwisata sekarang sudah menjadi
disiplin ilmu bagi siapa saja yang ingin belajar banyak tentang pariwisata.
Diceritakan oleh Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Sc pada bukunya yang berjudul “Jero Wacik Antusiasme yang Tak Pernah Tak
Membara” bahwa dengan peran JW pariwisata dijadikan sebagai ilmu mandiri. Perjuangannya
untuk menjadikan pariwisata sebagai sebuah disiplin ilmu setara dengan
ilmu-ilmu lainnya mendapat tantangan besar karena sejak tahun 1984 ide untuk
menjadikan STP sebagai disiplin ilmu selalu tidak disetujui oleh Dirjen Dikti
Kemendikbud. Dengan dalih bahwa pariwisata itu bukan suatu ilmu melainkan suatu
profesi atau sebagai suatu bidang kajian yang bersifat multi disiplin.
Layaknya Agni Brata, JW membentuk tim khusus
untuk memperjuangkan pariwisata sebagai ilmu mandiri. Tugas tim tersebut merumuskan
status keilmuan pariwisata dan dilaporkan secara berkala kepada JW. Kerja keras
tim yang dikawal langsung oleh JW membuahkan hasil. Pada tanggal 31 Maret 2008
keluarlah persetujuan Dirjen Dikti bahwa Kemenbudpar diijinkan membuat Prodi S1
Pariwisata di STP Bandung dan STP Bali. Semangat terus memotivasi tim sejak
pendirian S1 Pariwisata diiringi dengan berdirinya S1 Pariwisata di berbagai
perguruan tinggi di tanah air seperti Fakultas Pariwisata Universitas Udayana,
Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila dan Prodi S1 Pariwisata di UGM. Dari peningkatan
status keilmuan pariwisata, maka akan mendorong pembangunan pariwisata dengan
banyaknya penelitian, publikasi, seminar, dan lainnya yang akan menghasilkan
konsep atau rekomendasi tentang pembangunan pariwisata berbasis ilmu
pengetahuan.
Di tangan JW pula
UNESCO mengakui Keris, Wayang, Batik, Angklung, Tari Saman, Subak, Geopark
sebagai warisan budaya Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa JW bekerja keras,
selalu berantusias, dan bekerja keras dalam memajukan bangsa dan Negara. Ciri utama
dari seorang Jero Wacik adalah berpikir positif. Dengan berpikir positif bangsa
ini akan menjadi bangsa yang besar. Segala sesuatu berawal dari sebuah pikiran.
Apabila kita berpikir positif maka yang dilakukan adalah hal-hal yang positif
juga. Begitu pula sebaliknya. Perbuatan negatif berawal dari seseorang yang
selalu berpikir negatif. Pantang menyerah untuk selalu berpikir positif juga
masih kuat dalam jiwa raganya meskipun keadaan kini membawanya harus berada di
balik bui tempat yang tidak seharusnya. Tapi lagi-lagi, berpikir positif
mengantarkan JW pada sebuah harapan bahwa keadilan untuk dirinya dan
orang-orang yang tidak bersalah akan segara datang. Yang salah harus dihukum,
sedang yang tidak bersalah diberikan kesempatan untuk melanjutkan perjuangan,
bekerja untuk bangsa dan Negara ini dengan kebebasan. Satu hal yang selalu dipegang
teguh oleh JW adalah “Sang Suratma Tidak
Pernah Tidur, Gusti Allah Ora Sare.”
----
Agni Brata adalah
Dewa Agni (Dewa Api) yang bersifat membakar. Seorang pemimpin hendaknya
mengikuti sifat-sifat Dewa Agni yaitu memiliki jiwa pemberani dalam menghadapi
rintangan-rintangan dan dapat membakar semangat rakyat untuk maju menuju masa
depan yang lebih baik. Dalam budaya Hindu terdapat ajaran kepemimpinan yang
begitu melekat yaitu Asta Bratha. Agni Brata adalah salah satu Dewa yang
dijadikan teladan bagi masyarakat Bali.
Sumber :
Jero Wacik
Antusiasme yang Tak Pernah Tak Membara. Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Sc. 2013.
Jakarta:Ganeca Exact.
Banyak juga kontribusi dari pa jerowacik terhadap negara ini dan industri pariwisata ya.
BalasHapusSemoga kasus yg membelit beliau berakhir dengan baik
Betul Bang Kornelius Ginting. Hanya saja publik dibutakan oleh informasi yang simpang siur dan memojokkan bahwa JW bersalah. Semoga Tuhan segera menyelesaikan persoalan beliau dengan kebenaran. Aamiin. Salam :)
HapusMelihat persoalan yang membelit JW, banyak tanya yang tak terjawab. Apapun kesalahannya, seharusnya tidak menutup atau menghilangkan prestasi yang pernah dicapainya.
BalasHapus